Pesta Danau Toba dan Indonesia My Lovely Country | | | |
Oleh: Todi Parham
".........Sumatera and the Toba Lake, Kalimantan and the Forest !....., Indonesia my lovely country, Indonesia is my love …….."
(Syair & Lagu Panbers/Panjaitan Bersaudara).
Ketua Umum Pesta Danau Toba (PDT) 2010 Parlindungan Purba bersama-sama dengan Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Pol. Oegroseno, Konjen India di Medan R Sukumaran, Konjen AS Stanley Harsha, Wakil Walikota Medan Dzulmi Edlin dan Konjen Malaysia Norlin Othman, memukul gendang saat "Soft Opening PDT" di Sun Plaza Medan pada hari Minggu 17 Oktober 2010.
Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka mempromosikan dan memperkenalkan PDT kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara. PDT rencananya akan berlangsung mulai 20 sampai dengan 24 Oktober 2010 yang akan datang.
Parlindungan Purba, yang juga anggota DPD Dapil Sumut, menyatakan bahwa launching tersebut sengaja dilakukan di pusat keramaian untuk mengingatkan kembali kepada warga Medan tentang PDT yang sudah didepan mata.
Dikatakan bahwa PDT bukanlah pesta orang batak saja, melainkan pesta seluruh rakyat Indonesia. Bahkan warga asing sekalipun dapat ikut menikmatinya. PDT merupakan perhelatan besar, yakni pesta dari kita untuk kita ( Indonesia ).
Wakil Walikota Medan Dzulmi Eldin juga tak lupa berpesan bahwa melalui PDT kita dapat mempromosikan berbagai kebudayaan dan obyek wisata di Sumut. Sehingga semua pihak , baik Pemerintah (Pemprovsu dan Pusat), pihak Swasta serta seluruh komponen masyarakat harus bahu membahu mendukung suksesnya PDT sebagai pesta rakyat.
Mengingat PDT bukan pesta orang Batak saja, maka sudah sewajarnya bilamana Pemerintah memberikan perhatian "lebih" terhadap setiap jengkal perkembangan pelaksanaan dan hasilnya , baik sebelum maupun pasca PDT. Karena Kawasan Danau Toba ( KDT) bukan lagi semata aset Pemprovsu tetapi merupakan salah satu aset primadona bangsa.
Perhatian lebih tersebut meliputi perkembangan pembangunan dan atau peningkatan pembangunan KDT dengan tetap mengutamakan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Terutama dalam membangun sarana dan pra sarana perhubungan , infra struktur serta berbagai upaya pengembangan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia)-nya. Sehingga setiap tahunnya KDT dapat berkembang menjadi kawasan pariwisata handal. Handal dalam menggapai rupiah , apalagi menggapai valuta asing (devisa untuk negara ).
Lamban
Bukanlah karena rasa sentimentil yang berlebihan jika masyarakat Sumut merasa "cemburu" terhadap perkembangan pembangunan fisik yang pernah dan sudah dilaksanakan secara signifikan di Jawa dan Bali.
Di satu sisi Pemda setempat dibebani berbagai target, antara lain untuk meraup PAD ( pendapatan asli daerah ) yang signifikan, khususnya dari sektor pariwisata. Namun disisi lain, pembangunan sarana dan pra sarana jalan (sebagai penunjang) untuk dapat mengkases ke daerahnya belum/tak kunjung dibangun.
Faktanya. Jangankan untuk meningkatkan dan atau lebih memfungsikan "geliat" aktivitas Bandara Silangit yang berakses dekat dengan KDT, yang untung saja berkat keberanian jasa penerbangan Wings Air dan sebelumnya oleh Susi Air untuk rute Medan – Bandara Silangit/Siborong-borong pp, atau upaya untuk menghidupkan kembali Bandara Sibisa yang tidak jauh dari Kota Turis Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon Simalungun, penyelesaian pembangunan Bandara Internasional Kualanamu saja, dan apalagi Jalan Tol Medan-Tebingtinggi pp, yang sudah "sangat" lama perencanaan dan pembangunannya, hingga kini kepastian penyelesaiannyapun belum jelas.
Oleh sebab itu sudah saatnya Pemerintah (Pemprovsu dan Pusat Jakarta) memberikan informasi yang sejelas-jelas dan seterang-terangnya mengenai sudah sejauh mana tingkat penyelesaiannya dan kapan kepastian beroperasinya tanpa ada potensi untuk ditunda/tertunda lagi,
Karena, bukankah jika pembangunan Bandara Internasional Kualanamu dan Jalan Tol Medan-Tebing Tinggi pp terrealisasi dengan cepat, tidak hanya dapat meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata semata, namun juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumut secara signifikan, yang jelas secara global akan memberikan kontribusi lebih bagi pemerintah pusat ?.
Sehingga tidak usah ditawar-tawar lagi bahwa penyelesaian pembangunan Bandara Internasional Kualanamu dan jalan tol Medan-Tebing Tinggi merupakan prioritas utama. Karena, sekali lagi (ma’af), jika kita menjadi cemburu, mengapa penyelesaian berbagai jalan tol di Jawa (Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur) seperti tidak ada halangan alias lancar-lancar saja ?.
Bahkan setelah Jembatan Suramadu sudah beroperasi , saat ini malah sedang gencar-gencarnya dibicarakan rencana pembangunan Selat Sunda, termasuk pembangunan jalan-jalan tol lain yang saling mengakses di Jawa, khususnya di Jakarta. !
PDT dan Kualitas SDM
Kemeriahan soft opening sejatinya harus diaplikasikan pada hari "H" PDT. Mulai dari acara-acara formal seperti opening ceremony /pembukaan, pelaksanaan kegiatan-kegiatan (lomba, hiburan, festival) hingga acara penutupan kiranya dapat berjalan dengan lancar, baik, benar serta meriah. Jika memungkinkan, bisa saja tambah lagi waktu berpestanya , misalnya selama dua minggu lagi agar masyarakat puas.
Jangan seperti yang sudah-sudah, seperti pelaksanaan PDT lima tahun belakangan, yang ibarat sekawanan/sekumpulan burung yang singgah ke suatu tempat yang penuh makanan , lalu kumpul-kumpul sambil menyantap makanan , berpesta ria , namun ketika makanan habis lalu byuuuurrr .. !, semua terbang , hilang, seolah tanpa kesac.
Kemeriahan dan sukses pelaksanaan PDT tidak terlepas dari kualitas SDM ( Sumber Daya Manusia ). Beberapa kualitas yang krusial untuk mendapatkan perhatian antara lain kualitas para pelayan Hotel dan Restoran, Operator Telepon, Operator Kapal-kapal Pesiar (seperti Toba Cruise, Parapat Cruise dan lainnya), termasuk para pedagang di sekitar kawasan Danau Toba, baik formal maupun informal (PKL/Pedagang Kaki Lima dan asongan), untuk ke depan, sebaiknya oleh masing-masing Pemda agar "ditrainingkan" , setelah terlebih melalui seleksi, ketempat yang sudah mapan kualitas pariwisatanya seperti Bali, Yogyakarta, Jakarta dan Jawa Barat (Bandung).
Terutama pembinaan atau training (tekhnis) operasional masing-masing bidang terkait. Seperti kualitas pelayanan (service quality dan excellent), kualitas tekhnik berjualan (selling technical skill & quality), promosi (promotion) dan tata krama/sopan santun (ethics ), sehingga mereka siap , bukan saja sekadar menjual dan melakukan promosi, tapi juga dapat mentransfer knowledge (pengetahuan) atau cascading (menularkan) ilmu yang telah didapat selama training kepada rekan lain atau bawahannya yang tidak ikut training ke luar Sumut.
Setelah training tentu mereka akan mengenal istilah-stilah seperti "sale your self", yang bukan berarti menjual diri. Tapi menjual produk kita , yakni dimana sebelum kita berjualan seyogyanya produk yang akan kita jual harus kita kuasai, kelemahan dan kelebihannya. Artinya harus dibekali knowledge (pengetahuan) yang cukup tentang produk yang akan dijual.
Cara menjualnya juga harus penuh keramah-tamahan. Selalu positif thinking dan berjiwa marketing. Membujuk agar pembeli membeli produk kita , bukan berarti posisi atau harga diri kita berada dibawah. Jangan sampai terjadi (lagi) ketika si pembeli menawar harga barang yang kita jual, lalu kita sebagai penjual bilang (misalnya) "Yah sudah , kalau tidak mau beli, enggak apa-apa".
Jenis barang-barang yang akan dijual juga, disamping "penganan"/ makanan khas Batak yang higenis, seperti jenis "lampet" atau lepat, dolung-dolung dan ombus-ombus. Juga berbagai jenis dan model patung, miniatur rumah-rumah adat setempat, berbagai jenis ulos, berbagai jenis pisau/parang/pedang serta minuman khas Batak, casset recorder/cd lagu-lagu khas Tapanuli dan Sumut, termasuk buku-buku riwayat hidup dan perjuangan tokoh-tokoh masyarakat terkenal di Sumut dan Nasional, khususnya di Batak.
Harganyapun sebaiknya jangan terlalu mahal sehingga tidak sulit kocek menjangkau. Bila perlu harga berlabel pas tapi murah, sehingga tidak capek-capek lagi menawar. Biaya parkir kendaraanpun jangan langsung "serakah" , misal Rp. 5.000,- sd Rp. 10.000 sekali parkir, seolah terkesan "parsahalian", artinya "cuma sekali", tidak memikirkan kelanjutan ke tahun depan. Karena bagaimanapun, seorang turis pasti ingat , bahkan untuk beberapa tahun kedepan kalau ia pernah kecewa dan dikecewakan !.